Disclaimer

Welcome to my writerland. :D Yeah, as you know. Writerland its not real, its just my imagination for my place hobby-writing. So, don't think anything again, just read my story. And don't forget to comment, your comment is very important for me. :D

Minggu, 30 Oktober 2011

Cerpen : Ibuku, idolaku

Ibuku Idolaku

Setiap orang pasti mempunyai idola, begitupun dengan aku. Aku juga mempunyai idola seperti yang lainnya. Jika orang lain mengidolakan tokoh-tokoh ternama dunia atau para bintang-bintang ternama dunia, maka tidak halnya denganku. Jika ada yang bertanya siapa idolaku, maka aku akan dengan bangga menjawabnya ibuku. Tidak, ibuku bukanlah seorang bintang terkenal dengan kehidupannya yang gemerlap. Ibuku juga bukan orang yang ikut andil dalam pemerintahan negara. Ibuku hanya seorang wanita biasa. Tetapi aku sangat mengidolakan ibuku karena kata-kata dan nasihat-nasihat bijak yang selalu dikatakannya padaku.

Seperti biasa, hari ini aku diolok-olok lagi oleh teman-temanku karena aku mengidolakan ibuku. Tetapi aku menanggapi mereka dengan hanya seulas senyum, aku tidak marah ataupun kesal pada mereka. Aku selalu ingat akan kata-kata bijak ibuku, dan aku hanya menganggap mereka sekedar iseng belaka meskipun setiap hari mereka terus saja mengolok-olokku. Toh, nanti pada akhirnya mereka akan lelah sendiri karena terus mengolok-olokku.

.....

Aku duduk di ruang tengah rumahku yang terbilang mungil, menanti dengan sabar ibuku yang masih berada di dalam kamar. Langit sore ini begitu cerah, secerah hatiku yang sudah tidak sabar menanti nasihat-nasihat bijak ibuku. Ya, setiap sore aku memang selalu antusias mendengarkan nasihat-nasihat bijak ibuku. Meski bagi anak-anak lain kegiatan seperti ini sangat membosankan, tapi tidak denganku kegiatan seperti ini sangat menyenangkan dan sangat bermanfaat.

"Sheila, bagaimana dengan teman-teman di sekolahmu? Apa mereka masih sering mengolok-olok kerena kamu mengidolakan ibu?" Ibu mulai duduk disampingku.

"Tentu saja mereka masih mengolok-olokku, bu. Tapi aku sama sekali tidak menghiraukan mereka, aku selalu ingat perkataan ibu. Biar saja mereka berkata apa, tidak perlu dihiraukan, nanti mereka juga lelah sendiri karena terus mengolok-olokku." Seulas senyum tipis kuberikan pada ibuku.

"Ibu bangga padamu."

"Aku juga bangga memiliki ibu seperti ibu yang tidak ada duanya di dunia ini." Aku memeluk ibuku, lalu melepaskan pelukanku,"Bu, sore ini ibu akan memberikan kata-kata dan nasihat-nasihat bijak ibu kan?"

"Tentu."

Kemudian aku mendengarkan dengan sangat antusias setiap kata yang meluncur dari bibir merah merekah ibuku. Aku heran dengan ibuku, mengapa beliau tidak menjadi seorang motivator saja? Aku yakin, kalau ibuku menjadi seorang motivator pasti kata-kata bijak beliau akan lebih berharga lagi untuk orang diluar sana yang tidak mengerti akan arti kehidupan yang sesungguhnya.

.....

Hari ini aku berangkat ke sekolah dengan lebih ceria daripada kemarin-kemarin. Karena apa? Karena hari ini ibuku akan mengisi acara di sekolahku sebagai seorang motivator. Aku yang mengusulkannya pada sekolah, karena aku ingin teman-teman yang mengolok-olokku bisa melihat dengan mata kepala mereka sendiri kalau ibuku pantas disandingkan dengan tokoh-tokoh ternama dan tidak kalah hebatnya dengan motivator-motivator yang sudah memiliki nama.

"Hei, Sheila. Kami ingin meminta maaf padamu dan menarik kata-kata kami yang kemarin-kemarin. Kamu benar, ibumu memang hebat dan pantas untuk diidolakan." Teman-temanku berkumpul mengelilingiku dan meminta maaf padaku. Aku senang akhirnya mereka sadar akan kesalahan mereka.

"Tanpa kalian meminta maafpun, aku sudah terlebih dahulu memaafkan kalian. Bagaimana rasanya meminta maaf pada orang lain? Sulit bukan?" Aku menaikkan sebelah alisku,

"Iya, sulit." Sahut mereka.

"Lebih sulit lagi memaafkan seseorang." Tambahku singkat.

"Yasudah, kami pulang dulu ya!" 

Sepeninggal mereka, aku berlari kecil menuju ibuku. Aku melingkarkan kedua tanganku di pinggang ibuku, memeluknya dengan erat. Lalu mengerling kearah ibuku.

"Aku bangga pada ibu." Aku berbisik pelan di telinga kanan ibuku.

"Ibu juga bangga padamu, sepertinya kamu menuruni bakat ibu."

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, iya kan bu?" Aku terkikik pelan.

"Iya, ayo kita pulang. Ibu akan masak makanan kesukaanmu hari ini." Ibu menggandeng tanganku.

"Benarkah? Wah, aku jadi lapar dan tidak sabar memakan masakan enak ibu."

Jika ada yang bertanya siapa idolaku saat dewasa nanti, aku akan tetap dan terus menjawabnya dengan 'ibuku'. Meskipun ibuku sudah tidak ada lagi, tetapi kata-kata dan nasihat-nasihat bijak beliau akan selalu melekat erat di kepalaku sampai akhir hayatku nanti.

Jumat, 28 Oktober 2011

Cerpen, Tugas PKN

Ini cerpen lagi, tugas PKN yang dikasih Bu Ani tepatnya. Tapi sayang, gue salah bikin. Soalnya cerpen ini pake gue-elo. Ya jadi gue bikin lagi dan kebetulan cerpen tugas PKn gue yang satu lagi save-annya ilang. #curcol Happy reading. ^,^


Pengalaman Berharga dari Sang Pembela Tanah Air

“Eh guys, kabur yuk! Gue males ikut upacara nih.” Ajak seorang laki-laki kepada dua laki-laki dihadapannya.

“Ayok Vin, gue juga males ikut upacara.” Jawab laki-laki kedua pada laki-laki pertama yang dipanggil ‘Vin’ itu.

“Yo’a. Apalagi gue, males banget harus berdiri panas-panasan.” Timpal laki-laki ketiga.
Ketiga laki-laki itupun bergegas keluar dari kelas mereka dan menuju tembok belakang sekolah. Ketiganya sudah sering kabur dari upacara lewat tembok itu.

*****
“Ehm… Ehm… Alvin, Gabriel, Rio, mau kemana kalian? Mau kabur dari upacara lagi?” Pria setengah baya mencegat mereka, pria itu adalah Pak David, kepala sekolah mereka.

“Yaah, ketauan deh  kalo mau kabur .” Gumam laki-laki kedua yang tak lain adalah Rio dengan polosnya.

“Sstt… Diem kek Yo!” Perintah laki-laki pertama yang tak lain adalah Alvin sambil menginjak kaki kiri  Rio.

“Aww… Sakit Vin!” Rio menjerit kesakitan saat Alvin menginjak kakinya.

“Karena kalian sudah sering kabur dari upacara, kalian akan bapak hokum! Tapi hukuman kalian kali ini berbeda dengan hukuman-hukuman yang pernah bapak berikan. Semoga hukuman ini dapat menyadarkan kalian.” Pak David tersenyum penuh tanda Tanya.

Ketiga anak itu saling berpandangan satu sama lain, tanda tidak mengerti dengan ucapan sang kepala sekolah. Karena biasanya Pak David akan menyuruh mereka membersihkan kamar mandi atau merapikan gudang sekolah. Tapi kali ini Pak David akan memberi hukuman yang berbeda dan tidak ada satupun dari ketiga anak itu yang tahu apa hukumannya.

“Hukuman lagi? Hukuman apa Pak? Bersihin kamar mandi? Atau ngerapiin gudang sekolah? Kita siap kok Pak kalo hukumannya itu.” Tantang si laki-laki ketiga yang tak lain adalah Gabriel dan kemudian diikuti anggukan setuju dari Alvin dan Rio.

“Bukan, bukan itu. Kalau bapak kasih hukuman ke kalian yang itu-itu terus kalian tidak akan jera.” Tepis Pak David.

“Lah, terus hukumannya apa dong Pak?” Tanya Rio penasaran.

“Nanti kalian juga tau. Sekarang kalian ikut bapak.” Ajak Pak David.

“Kemana Pak?” Kini giliran Alvin yang bertanya.

“Sudah kalian ikut saja.” Pak David berjalan dan kemudian masuk kedalam Mercedes Benznya.

“Guys,  kita mau diajak kemana nih sama Pak David?” Tanya Gabriel pada Alvin dan Rio.

Alvin dan Rio hanya menjawab pertanyaan Gabriel dengan gelengan kepala. Mereka juga tidak tahu Pak David akan membawa mereka kemana.

“Hei, ayo cepat masuk. Malah ngobrol disitu.” Panggil Pak David.

“I-iya Pak.” Jawab Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.

Lalu Alvin, Gabriel, dan Rio kedalam Mercedes Benz Pak David. Didalam mobil, mereka bertiga hanya diam tanpa kata. Padahal biasanya Trio yang terkenal suka melanggar peraturan itu paling tidak bisa untuk diam, tetapi entah mengapa sekarang mereka malah diam tanpa kata.

Satu jam kemudian, mereka sampai di depan sebuah bangunan yang bertajuk ‘Panti Jompo Bakti Kasih’. Alvin, Gabriel, dan Rio hanya terheran-heran melihat bangunan di hadapan mereka. Mereka bertanya-tanya dalam hati kenapa Pak David mengajak mereka ke panti jompo dan apa hubungannya antara upacara dengan panti jompo.

“Pak, kenapa bapak bawa kita kesini? Emangnya apa hubungannya upacara sama panti jompo?” Tanya Alvin penasaran.

“Iya Pak, kan nggak ada hubungannya.” Timpal Rio.

“Siapa bilang tidak ada hubungannya? Ada kok.” Pak David tersenyum penuh tanda tanya,”Sekarang kalian turun dan masuk ke panti jompo itu. Satu jam lagi kalian bapak jemput. Semoga kalian nanti sadar betapa pentingnya upacara itu.”

“Tapi Pak…” Kata Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.

“Tidak ada tapi-tapian. Sudah sana turun dan masuk ke panti jompo itu.” Perintah Pak David.

Ketiga bocah itu menuruti perintah Pak David dengan lesu. Setelah mereka turun dari mobil, Pak David langsung tancap gas entah kemana.

“Eh Vin, Yel, kok Pak David bawa kita ke panti jompo sih? Kan nggak ada hubungannya upacara sama panti jompo. Gue jadi bingung deh.” Tanya Rio pada Alvin dan Gabriel.

“Jangankan elo Yo, gue aja bingung kok.” Jawab Alvin.

“Iya tau tuh Pak David. Masa kita dibawa ke panti jompo, nggak asik.” Timpal Gabriel.

“Eh, kita masuk yuk! Gue takut kalo nanti kita kabur, pemilik panti ini ngelapor ke Pak David. Terus nanti kalo kita di drop out  gimana? Bisa digantung gue sama nyokab gue kalo gue di drop out.” Ajak Rio.

“Yaudah deh, ayo masuk.” Kata Alvin dan Gabriel kompak.

Ketiga bocah itupun langsung masuk kedalam panti jompo.

*****
Alvin, Gabriel, dan Rio terlihat bingung didalam panti. Karena seumur hidup mereka ini pertama kalinya mereka masuk kedalam panti jompo.

“Eh guys, kok isinya kakek-kakek sama nenek-nenek semua ya?”  Tanya Rio polos.

“Astaga Rio, yaiyalah isinya kakek-kakek sama nenek-nenek semua. Namanya juga panti jompo. Masa isinya cewek-cewek cantik sih? Lo gimana sih Yo?” Alvin menepuk dahinya.

“Yo jangan mulai lagi lemot lo.” Kata Gabriel.

“Hehhe…” Rio Cuma nyengir.

“Halo anak-anak, Kalian yang dari SMA Harapan Jaya itu ya? Kenapa kalian hanya berdiri disitu? Ayo ikut Kakek kedalam.” Seorang Kakek yang duduk di kursi roda menghampiri mereka.

Alvin, Gabriel, dan Rio heran melihat Kakek itu. Selain kakinya yang lumpuh, matanya juga hilang satu. Tapi karena mereka tidak ingin menyinggung  perasaan sang Kakek mereka mengikuti sang Kakek dari belakang dan menuju ke sebuah ruang seperti ruang keluarga. Mereka tambah terheran lagi karena disana banyak kakek-kakek dan nenek-nenek yang berkumpul, tetapi anehnya mereka tidak seperti kakek-kakek dan nenek-nenek yang lain. Mereka tidak normal, tetapi mereka bukan gila. Mereka hanya… Sebagian dari mereka banyak yang tidak mempunyai tangan, ada juga yang tidak mempunyai kaki, dan bahkan ada yang tidak memiliki tangan sama sekali.

“Kenapa? Kalian heran melihat kami? Yaa… Wajar saja kalian heran. Karena keadaan kami yang seperti ini.” Kata sang kakek yang duduk di kursi roda.

“Kek, kenapa Kakek sama yang lainnya kok kayak gitu ya? Maaf kalo misalnya pertanyaan saya ini menyinggung perasaan Kakek dan yang lain.” Tanya Rio ragu-ragu.

“Kalian duduk dulu disitu. Nanti Kakek akan cerita semuanya kenapa kami seperti ini.” Kata sang Kakek sambil menunjuk sofa yang terlihat agak tua di salah satu sudut ruangan.

Ketiga bocah itu menuruti perintah sang Kakek. Mereka berjalan kearah sofa itu dan duduk di sofa itu.

“Kek, katanya Kakek mau cerita?” Tanya Alvin.

“Iya-iya sabar. Sebenarnya Kakek dulu normal seperti kalian. Mereka dulu juga normal.” Belum sempat sang Kakek melanjutkan ceritanya Gabriel sudah memotong cerita sang Kakek.

“Terus kenapa Kakek sama yang lain bisa jadi kayak gitu?” Potong Gabriel.

“Hmm… Begini, Kakek jadi seperti ini karena dulu kaki dan mata Kakek terkena tembakan tentara Jepang.” Kata sang Kakek.

“Maksud Kakek? Kakek veteran?” Tanya Alvin.

“Terus, dulu Kakek berjuang untuk memederdekakan Indonesia?” Tambah Rio.

“Iya. Kakek berjuang saat umur Kakek lima belas tahun. Tapi sayang, kaki dan mata Kakek tertembak peluru tentara Jepang.” Jelas sang Kakek.

“Terus, yang lain juga sama?” Tanya Gabriel.

Kakek itu hanya menjawab pertanyaan Gabriel dengan anggukan.

Ketiga anak itu diam seribu bahasa. Mereka bangga dengan sang Kakek yang masih berjuang bertahan hidup hingga sekarang. Mungkin jika mereka yang mengalami hal itu, mereka mungkin akan langsung bunuh diri. Tapi Kakek itu tidak, buktinya mereka dan yang lain masih hidup hingga sekarang.

“Oh iya Kakek dengar dari Kepala Sekolah kalian, katanya kalian sering kabur saat upacara bendera ya? “ Tanya sang Kakek.

“Hehhe, iya Kek. Abis kita bosen Kek, masa dijemur panas-panasan sih? Lagian kan capek berdiri terus. Yaudah kita kabur aja.” Jawab Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.

“Aduh, anak muda  jaman sekarang. Disuruh hormat bendera selama tidak lebih dari satu jam saja tidak mau. Harusnya itu kalian bersyukur kalian sudah tidak dijajah lagi. Kalian tidak usah repot-repot melawan penjajah demi merebut bendera. Kalian sekarang hanya disuruh hormat saja tidak mau. Kakek tanya sama kalian sekarang, kalian orang Indonesia bukan?” Kata sang Kakek.

“Yaiyalah Kek. Kalo kita bukan orang Indonesia mana mungkin sekarang kita ada disini.” Kata Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.

“Kalau kalian orang Indonesia harusnya kalian bangga. Pesan Kakek untuk kalian, Kakek ingin kalian tidak kabur lagi saat upacara.Kakek tidak mau dengar kalau kalian sampai kabur lagi. Bisa?” Tantang sang Kakek.

Alvin, Gabriel, dan Rio terdiam mendengar semua perkataan sang Kakek. Bukan sekedar perkataan biasa, perkataan Kakek itu telah menggugah dan menyadarkan hati mereka. Bisa dibilang perkataan Kakek itu adalah ‘perkataan ajaib’ untuk anak-anak nakal itu.

“Bisa kan kalian berjanji tidak akan kabur lagi saat upacara bendera?” Kakek itu membuyarkan lamunan Alvin, Gabriel, dan Rio.

“I-i-iya Kek. Bisa kok.” Jawab Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.
Ketiga anak itu langsung berdiri dan menuju halaman depan panti.

“Hei, kalian mau kemana? Pak David kan belum menjemput kalian. Kalian jangan pulang dulu.” Panggil Pak David.

“Kita mau ke halaman Kek, disana kan ada tiang bendera plus benderanya.” Kata Rio.

“Iya Kek, kita mau hormat ke bendera.” Lanjut Alvin.

“Sebagai ganti karena selama ini kita nggak pernah hormat ke bendera.” Timpal Gabriel.

*****
Alvin, Gabriel, dan Rio langsung hormat ke bendera yang ada dihadapannya. Sang Kakek hanya tersenyum senang, ternyata perkataannya tadi tidak sia-sia, anak-anak nakal itu telah berubah.

Beberapa menit kemudian Pak David datang untuk menjemput mereka. Pak David takjub melihat mereka hormat ke bendera. Kemudian ia menghampiri Alvin, Gabriel, dan Rio yang sedang hormat ke bendera.

“Wah, hebat. Kalian hormat ke bendera.” Puji Pak David.

“Eh bapak. Bapak mau jemput kita ya?” Tanya Alvin.

“Iya. Apa yang membuat kalian jadi seperti ini? Ini Trio nakal yang tidak pernah hormat ke bendera dan selalu kabur saat upacara yang bapak kenal kan? Terus kenapa sekarang kalian hormat ke bendera? Apa yang membuat kalian berubah?” Tanya Pak David heran.

“Ada deh Pak.” Jawab Alvin, Gabriel, dan Rio penuh tanda tanya.

“Yasudah ayo kita pulang. Kalian masuk kedalam mobil dulu. Nanti bapak menyusul.” Perintah Pak David.

“Sip Pak.” Kata Rio,”Kakek makasih ya atas pelajaran berharga dari Kakek tadi.”

“Iya Kek, Kakek hebat.”  Tambah Alvin.

“Kakek emang TOP deh.”  Timpal Gabriel.

Alvin, Gabriel, dan Rio langsung masuk kedalam Mercedes Benz Pak David.

“Terima kasih Pak atas bantuan Bapak. Kalau bukan karena bantuan Bapak yang sudah menyadarkan mereka pasti bisa-bisa mereka saya keluarkan dari sekolah karena sudah banyak melanggar peraturan.” Pak David menghampiri Kakek itu.

“Iya sama-sama. Nah sekarang bawa anak-anak itu pulang. Pasti mereka capek karena sudah hormat ke bendera saat panas terik seperti ini.” Balas Kake itu.

“Iya Pak. Sekali lagi terima kasih. Kami pulang dulu.” Kata Pak David lagi.

Kemudian Pak David masuk ke Mercedes Benznya dan langsung tancap gas untuk mengembalikan ketiga anak itu kerumahnya masing-masing.

Agak aneh sih cerpennya. -_-"

Cerpen, Sahabat Kocak

Btw, ini cerpen pertama gue. Gue bikin pas SD dan waktu itu lagi iseng sih. Jadi maklum kalo abal dan bahasanya masih berantakkan. Gommen Nasai! Happy reading. :)


SAHABAT KOCAK

You can make up your mind, mind, mind… 
Please don’t waste my time, time, time…
Not tryin’ to rewind, wind, wind…
I wish our heart could come together as one…

“Ray… Berisik woy… Bagusan juga gue yang nyanyi! Lo tu nggak pantes  nyanyi lagu  JB, tapi pantesnya nyanyi lagu keroncong…” Ledek Rio sambil menutup telinga dengan kedua tangannya.

“Ah elah kak, berisik  lo!  Suka-suka  gue  dong!”  Ray  memeletkan   lidahnya  kearah Rio.

“Tapi  suara  lo  tu  ngeganggu  banget.  Gue  lagi  asyik  baca   komik  nih!”  Balas  Rio.

“Iya-iya  gue  berenti  nyanyi.  Oiya  kak, tadi kak Via nyariin lo  tuh. Lo  ke  rumahnya  aja.”  Kata  Ray.

"Ngapain  Via  nyuruh  gue  ke  rumahnya ? Biasanya juga kalo dia nyariin gue pasti dia kesini.” Tanya  Rio.

“Mana gue tau! Mendingan lo langsung ke rumahnya sekarang deh. Soalnya kayanya penting banget.” Jawab Ray.

“Yaudah deh, gue ke rumah Via dulu. Oiya nanti kalo ada fans-fans gue yang nyariin gue, bilang aja gue lagi sibuk dan nggak menerima foto bareng ataupun minta tanda tangan.” Kata Rio narsis.

“Narsis lo kak! Paling fans-fans lo juga kucing liar di perumahan ini ! ” Balas Ray sambil melempar bantal kearah Rio.

Plakk …

Bantal yang dilempar Ray mendarat mulus di wajah Rio.

“Ray … Ah nyebelin lo! Untung Cuma bantal yang mendarat di muka ganteng gue. Coba kalo sepatu or yang lain, muka ganteng gue pasti kenapa-napa deh. Trus kalo muka ganteng gue kenapa-napa fans-fans gue bisa jerit-jerit nih.” Kata Rio. “Udah ah gue mau ke rumah Via dulu.”

“Dasar narsis! “ Teriak Ray saat Rio berjalan menuju pintu.

“Bodo! Yang penting tetep ganteng! “ Balas Rio narsis.

Rio berjalan menuju rumah Via yang terletak disebelah rumahnya.
Setelah sampai di depan rumah via …

“Hello … Spada … Anybody home … “ Teriak Rio.

Pletakk …

Sebuah flat shoes melayang mengenai tangan Rio.

“Aww … Sakit … lo gila ya Vi, masa gue dilempar flat shoes! Emang gue pengamen apa! ” Kata Rio sambil mengelus tangannya.

“Elo tu yang gila Yo, masa teriak-teriak di depan rumah gue! Berisik tau … “ Balas Via.

“Hehe … “ Rio hanya bisa nyengir.

“Jelek lo kalo nyengir.” Via mengambil flat shoesnya yang ada di dekat kaki Rio.

“Oiya Vi, by the way lo ngapain manggil gue ? “ Tanya Rio.

”Sini ikut gue. “ Via menarik tangan Rio dan mengajaknya ke halaman belakang rumahnya.

“Lepasin Via … Gila sakit tau! Lo cewek apa cowok si ? Tenaga lo kuat amat kaya kuli bangunan.” Rio menepis tangannya yang ditarik Via.
Via pun melepas tarikannya.

“Eh, gue bukan kuli bangunan tau! “ Omel Via.

Pletakk …

Sebuah jitakan mendarat mulus di kepala Rio yang berasal dari tangan Via.

“Gila mimpi apa gue semalem … Sial mulu perasaan dari tadi pagi.” Rio mengelus kepalanya.

“Udah deh Yo, lo nggak usah lebay kaya gitu. Mendingan sekarang kita ke halaman belakang aja. Ada yang butuh bantuan lo.” Kata Via.

“Hah ? Butuh bantuan gue ? Siapa Vi ? “ Tanya Rio

“Udah, ikut aja. Nanti lo juga tau kok.” Jawab Via.

Lalu mereka menuju taman belakang rumah Via.

“Nah, itu tu yang butuh bantuan lo Yo.” Via menunjuk seekor kucing yang sedang melihat ke bawah sambil ketakutan.

“Lah! Ngapain si Snowbell nangkring diatas pohon Vi ? “ Tanya Rio.

“Mana gue tau Rionaldo Silenzie Clyde… Kalo gue tau mah gue nggak bakal nyuruh lo kesini! “ Jawab Via.

“Yaudah dong biasa aja Salvia Amethys Claire … “ Balas Rio.

Meaoww … Meaooww …

“Ah udah deh Yo buruan turunin Snowbell! Kasian tau dia udah ada di pohon dari tadi pagi! “ Perintah Via.

“Iya bentar tunggu dulu.” Kata Rio.

Kemudian Rio mengeluarkan Iphone 4 dari dalam kantong celananya.

“Lo ngapain ngeluarin Iphone Yo ? “ Tanya Via penasaran.

“Udah deh lo diem aja. Snowbell pengen gue turunin nggak nih! “ Jawab Rio.

“Iya-iya.” Balas Via.

“Kok perasaan gue nggak enak ya ? Si Rio ngapain lagi pake acara ngeluarin Iphone segala sih ? Semoga kali ini dia nggak pake cara yang konyol lagi kaya waktu ngambilin flat shoes gue yang nyangkut di atas atap rumah.” Gumam Via dalam hati.

“Yo, lo nggak pake cara yang konyol kaya waktu ngambilin flat shoes gue yang nyangkut di atas atap rumah kan ? “ Tanya Via.

“Udah deh, lo diem aja Vi! “ Rio menaikkan alisnya sambil senyum gaje.

Via tambah penasaran.

“Halo, pemadam kebakaran. Maaf pak, bapak bisa ke perumahan Season sekarang nggak pak ? Darurat nih. Alamatnya jalan Winter Season blok A nomor 20 *ngasal*. Buruan ya pak.” Rio menelpon pemadam kebakaran.

“Lo ngapain nelpon pemadam kebaran Yo ? Kan nggak kebakaran disini ? “ Tanya Via heran.

“Emang nggak ada kok. Udah nanti juga lo tau.” Jawab Rio sambil senyum-senyum gaje.

Via mengernyitkan jidatnya heran.

Nguing … Nguing … *bener nggak si bunyinya begini ?*

30 menit kemudian datanglah mobil pemadam  kebakaran  plus petugas-petugasnya.

“Mana kebakarannya dik ? “ Tanya salah satu petugas pemadam kebakaran.

“Hehe … Nggak ada pak.” Rio nyengir kuda.

“Kalo nggak ada, ngapain adik nelpon saya tadi ? “ Tanya sang petugas lagi.

“Buat nurunin itu tuh pak.” Rio menunjuk Snowbell yang ada diatas pohon.

Sang petugas Cuma bisa geleng-geleng kepala, Via menepuk jidatnya, dan lagi-lagi Rio cuma nyengir.

“Bantuin ya pak. Please … Kasian pak, dia udah ada disana dari tadi pagi. “ Kata Rio sambil memasang tampang melas.

Sang petugas akhirnya menuruti perkataan Rio karma kasihan melihat tampang Rio yang memelas.

“Nih dik kucingnya. Tapi lain kali adik jangan seenaknya aja manggil pemadam kebakaran cuma buat nurunin kucing. Yaudah kami permisi dulu.” Kata sang petugas sambil memyerahkan Snowbell ke Rio.

“Hehe … Iya pak.” Rio nyengir lagi.

Petugas kebakaran tadi pun langsung pulang.

Haatchimm …

Rio baru sadar kalau ia menggendong Snowbell, padahalkan Rio alergi sama yang namanya kucing. Lalu Rio buru-buru menyerahkan Snowbell ke via.

“Aahh … Snowbell sayang, kamu nggak papa kan ? “  Tanya Via sambil 
mengelus lembut bulu Snowbell.

“Thanks ya Yo, lo udah nolongin Snowbell. Ya meskipun cara yang lo pake tu konyol banget.” Kata Via.

“Iya sama-sama Vi. Hatchimm … “ Rio menggosok- gosok hidungnya yang gatal. “Gue balik dulu ya Vi, hatchimm … ”

Rio lalu berjalan menuju rumahnya.

“Eh eeh Rio tunggu … Snowbell mau bilang terimakasih sama lo.” Via mengejar Rio.

Rio malah mempercepat langkahnya, bahkan kemudian ia berlari kecil.

Rio tunggu … “ Teriak Via.

“Huaaa … mamaaa … “ Teriak Rio histeris.

Rio masuk kedalam rumah dan sembunyi dibalik sofa.

“Ngapain lo Kak ngumpet disitu ? “ Tanya Ray yang lagi asyik twitteran di BBnya.

“Sssttt … Diem! Jangan kasih tau Via kalo gue ngumpet disini.” Jawab Rio.

“Rio … Rio … “ Teriak Via.

Via menghampiri Ray dan bertanya, “Rio mana Ray ? “

“Tuh ngumpet dibelakang sofa.” Jawab ray.

“Aaah … Si Ray resek! Kenapa dia ngasih tau gue ngumpet disini si! “ Kata Rio dalam hati.

“Dor!! Rio!! Snowbell mau bilang terimakasih nih sama lo. “ Via mengagetkan Rio yang sedang bersembunyi dibalik sofa dan menyodorkan Snowbell.

“Enggak … “ Teriak Rio histeris sambil kabur dan berlari.

“Loh kok malah lari sih.” Kata Via, “Rio tunggu … “

Via lalu mengejar Rio, dan terjadilah adegan kejar-kejaran antara Via dan Rio kaya Tom and Jerry keliling rumah Rio. Ray cuma bisa ngakak ngeliat adegan di hadapannya.