Disclaimer

Welcome to my writerland. :D Yeah, as you know. Writerland its not real, its just my imagination for my place hobby-writing. So, don't think anything again, just read my story. And don't forget to comment, your comment is very important for me. :D

Minggu, 30 Oktober 2011

Cerpen : Ibuku, idolaku

Ibuku Idolaku

Setiap orang pasti mempunyai idola, begitupun dengan aku. Aku juga mempunyai idola seperti yang lainnya. Jika orang lain mengidolakan tokoh-tokoh ternama dunia atau para bintang-bintang ternama dunia, maka tidak halnya denganku. Jika ada yang bertanya siapa idolaku, maka aku akan dengan bangga menjawabnya ibuku. Tidak, ibuku bukanlah seorang bintang terkenal dengan kehidupannya yang gemerlap. Ibuku juga bukan orang yang ikut andil dalam pemerintahan negara. Ibuku hanya seorang wanita biasa. Tetapi aku sangat mengidolakan ibuku karena kata-kata dan nasihat-nasihat bijak yang selalu dikatakannya padaku.

Seperti biasa, hari ini aku diolok-olok lagi oleh teman-temanku karena aku mengidolakan ibuku. Tetapi aku menanggapi mereka dengan hanya seulas senyum, aku tidak marah ataupun kesal pada mereka. Aku selalu ingat akan kata-kata bijak ibuku, dan aku hanya menganggap mereka sekedar iseng belaka meskipun setiap hari mereka terus saja mengolok-olokku. Toh, nanti pada akhirnya mereka akan lelah sendiri karena terus mengolok-olokku.

.....

Aku duduk di ruang tengah rumahku yang terbilang mungil, menanti dengan sabar ibuku yang masih berada di dalam kamar. Langit sore ini begitu cerah, secerah hatiku yang sudah tidak sabar menanti nasihat-nasihat bijak ibuku. Ya, setiap sore aku memang selalu antusias mendengarkan nasihat-nasihat bijak ibuku. Meski bagi anak-anak lain kegiatan seperti ini sangat membosankan, tapi tidak denganku kegiatan seperti ini sangat menyenangkan dan sangat bermanfaat.

"Sheila, bagaimana dengan teman-teman di sekolahmu? Apa mereka masih sering mengolok-olok kerena kamu mengidolakan ibu?" Ibu mulai duduk disampingku.

"Tentu saja mereka masih mengolok-olokku, bu. Tapi aku sama sekali tidak menghiraukan mereka, aku selalu ingat perkataan ibu. Biar saja mereka berkata apa, tidak perlu dihiraukan, nanti mereka juga lelah sendiri karena terus mengolok-olokku." Seulas senyum tipis kuberikan pada ibuku.

"Ibu bangga padamu."

"Aku juga bangga memiliki ibu seperti ibu yang tidak ada duanya di dunia ini." Aku memeluk ibuku, lalu melepaskan pelukanku,"Bu, sore ini ibu akan memberikan kata-kata dan nasihat-nasihat bijak ibu kan?"

"Tentu."

Kemudian aku mendengarkan dengan sangat antusias setiap kata yang meluncur dari bibir merah merekah ibuku. Aku heran dengan ibuku, mengapa beliau tidak menjadi seorang motivator saja? Aku yakin, kalau ibuku menjadi seorang motivator pasti kata-kata bijak beliau akan lebih berharga lagi untuk orang diluar sana yang tidak mengerti akan arti kehidupan yang sesungguhnya.

.....

Hari ini aku berangkat ke sekolah dengan lebih ceria daripada kemarin-kemarin. Karena apa? Karena hari ini ibuku akan mengisi acara di sekolahku sebagai seorang motivator. Aku yang mengusulkannya pada sekolah, karena aku ingin teman-teman yang mengolok-olokku bisa melihat dengan mata kepala mereka sendiri kalau ibuku pantas disandingkan dengan tokoh-tokoh ternama dan tidak kalah hebatnya dengan motivator-motivator yang sudah memiliki nama.

"Hei, Sheila. Kami ingin meminta maaf padamu dan menarik kata-kata kami yang kemarin-kemarin. Kamu benar, ibumu memang hebat dan pantas untuk diidolakan." Teman-temanku berkumpul mengelilingiku dan meminta maaf padaku. Aku senang akhirnya mereka sadar akan kesalahan mereka.

"Tanpa kalian meminta maafpun, aku sudah terlebih dahulu memaafkan kalian. Bagaimana rasanya meminta maaf pada orang lain? Sulit bukan?" Aku menaikkan sebelah alisku,

"Iya, sulit." Sahut mereka.

"Lebih sulit lagi memaafkan seseorang." Tambahku singkat.

"Yasudah, kami pulang dulu ya!" 

Sepeninggal mereka, aku berlari kecil menuju ibuku. Aku melingkarkan kedua tanganku di pinggang ibuku, memeluknya dengan erat. Lalu mengerling kearah ibuku.

"Aku bangga pada ibu." Aku berbisik pelan di telinga kanan ibuku.

"Ibu juga bangga padamu, sepertinya kamu menuruni bakat ibu."

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, iya kan bu?" Aku terkikik pelan.

"Iya, ayo kita pulang. Ibu akan masak makanan kesukaanmu hari ini." Ibu menggandeng tanganku.

"Benarkah? Wah, aku jadi lapar dan tidak sabar memakan masakan enak ibu."

Jika ada yang bertanya siapa idolaku saat dewasa nanti, aku akan tetap dan terus menjawabnya dengan 'ibuku'. Meskipun ibuku sudah tidak ada lagi, tetapi kata-kata dan nasihat-nasihat bijak beliau akan selalu melekat erat di kepalaku sampai akhir hayatku nanti.

2 komentar: