Disclaimer

Welcome to my writerland. :D Yeah, as you know. Writerland its not real, its just my imagination for my place hobby-writing. So, don't think anything again, just read my story. And don't forget to comment, your comment is very important for me. :D

Jumat, 28 Oktober 2011

Cerpen, Tugas PKN

Ini cerpen lagi, tugas PKN yang dikasih Bu Ani tepatnya. Tapi sayang, gue salah bikin. Soalnya cerpen ini pake gue-elo. Ya jadi gue bikin lagi dan kebetulan cerpen tugas PKn gue yang satu lagi save-annya ilang. #curcol Happy reading. ^,^


Pengalaman Berharga dari Sang Pembela Tanah Air

“Eh guys, kabur yuk! Gue males ikut upacara nih.” Ajak seorang laki-laki kepada dua laki-laki dihadapannya.

“Ayok Vin, gue juga males ikut upacara.” Jawab laki-laki kedua pada laki-laki pertama yang dipanggil ‘Vin’ itu.

“Yo’a. Apalagi gue, males banget harus berdiri panas-panasan.” Timpal laki-laki ketiga.
Ketiga laki-laki itupun bergegas keluar dari kelas mereka dan menuju tembok belakang sekolah. Ketiganya sudah sering kabur dari upacara lewat tembok itu.

*****
“Ehm… Ehm… Alvin, Gabriel, Rio, mau kemana kalian? Mau kabur dari upacara lagi?” Pria setengah baya mencegat mereka, pria itu adalah Pak David, kepala sekolah mereka.

“Yaah, ketauan deh  kalo mau kabur .” Gumam laki-laki kedua yang tak lain adalah Rio dengan polosnya.

“Sstt… Diem kek Yo!” Perintah laki-laki pertama yang tak lain adalah Alvin sambil menginjak kaki kiri  Rio.

“Aww… Sakit Vin!” Rio menjerit kesakitan saat Alvin menginjak kakinya.

“Karena kalian sudah sering kabur dari upacara, kalian akan bapak hokum! Tapi hukuman kalian kali ini berbeda dengan hukuman-hukuman yang pernah bapak berikan. Semoga hukuman ini dapat menyadarkan kalian.” Pak David tersenyum penuh tanda Tanya.

Ketiga anak itu saling berpandangan satu sama lain, tanda tidak mengerti dengan ucapan sang kepala sekolah. Karena biasanya Pak David akan menyuruh mereka membersihkan kamar mandi atau merapikan gudang sekolah. Tapi kali ini Pak David akan memberi hukuman yang berbeda dan tidak ada satupun dari ketiga anak itu yang tahu apa hukumannya.

“Hukuman lagi? Hukuman apa Pak? Bersihin kamar mandi? Atau ngerapiin gudang sekolah? Kita siap kok Pak kalo hukumannya itu.” Tantang si laki-laki ketiga yang tak lain adalah Gabriel dan kemudian diikuti anggukan setuju dari Alvin dan Rio.

“Bukan, bukan itu. Kalau bapak kasih hukuman ke kalian yang itu-itu terus kalian tidak akan jera.” Tepis Pak David.

“Lah, terus hukumannya apa dong Pak?” Tanya Rio penasaran.

“Nanti kalian juga tau. Sekarang kalian ikut bapak.” Ajak Pak David.

“Kemana Pak?” Kini giliran Alvin yang bertanya.

“Sudah kalian ikut saja.” Pak David berjalan dan kemudian masuk kedalam Mercedes Benznya.

“Guys,  kita mau diajak kemana nih sama Pak David?” Tanya Gabriel pada Alvin dan Rio.

Alvin dan Rio hanya menjawab pertanyaan Gabriel dengan gelengan kepala. Mereka juga tidak tahu Pak David akan membawa mereka kemana.

“Hei, ayo cepat masuk. Malah ngobrol disitu.” Panggil Pak David.

“I-iya Pak.” Jawab Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.

Lalu Alvin, Gabriel, dan Rio kedalam Mercedes Benz Pak David. Didalam mobil, mereka bertiga hanya diam tanpa kata. Padahal biasanya Trio yang terkenal suka melanggar peraturan itu paling tidak bisa untuk diam, tetapi entah mengapa sekarang mereka malah diam tanpa kata.

Satu jam kemudian, mereka sampai di depan sebuah bangunan yang bertajuk ‘Panti Jompo Bakti Kasih’. Alvin, Gabriel, dan Rio hanya terheran-heran melihat bangunan di hadapan mereka. Mereka bertanya-tanya dalam hati kenapa Pak David mengajak mereka ke panti jompo dan apa hubungannya antara upacara dengan panti jompo.

“Pak, kenapa bapak bawa kita kesini? Emangnya apa hubungannya upacara sama panti jompo?” Tanya Alvin penasaran.

“Iya Pak, kan nggak ada hubungannya.” Timpal Rio.

“Siapa bilang tidak ada hubungannya? Ada kok.” Pak David tersenyum penuh tanda tanya,”Sekarang kalian turun dan masuk ke panti jompo itu. Satu jam lagi kalian bapak jemput. Semoga kalian nanti sadar betapa pentingnya upacara itu.”

“Tapi Pak…” Kata Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.

“Tidak ada tapi-tapian. Sudah sana turun dan masuk ke panti jompo itu.” Perintah Pak David.

Ketiga bocah itu menuruti perintah Pak David dengan lesu. Setelah mereka turun dari mobil, Pak David langsung tancap gas entah kemana.

“Eh Vin, Yel, kok Pak David bawa kita ke panti jompo sih? Kan nggak ada hubungannya upacara sama panti jompo. Gue jadi bingung deh.” Tanya Rio pada Alvin dan Gabriel.

“Jangankan elo Yo, gue aja bingung kok.” Jawab Alvin.

“Iya tau tuh Pak David. Masa kita dibawa ke panti jompo, nggak asik.” Timpal Gabriel.

“Eh, kita masuk yuk! Gue takut kalo nanti kita kabur, pemilik panti ini ngelapor ke Pak David. Terus nanti kalo kita di drop out  gimana? Bisa digantung gue sama nyokab gue kalo gue di drop out.” Ajak Rio.

“Yaudah deh, ayo masuk.” Kata Alvin dan Gabriel kompak.

Ketiga bocah itupun langsung masuk kedalam panti jompo.

*****
Alvin, Gabriel, dan Rio terlihat bingung didalam panti. Karena seumur hidup mereka ini pertama kalinya mereka masuk kedalam panti jompo.

“Eh guys, kok isinya kakek-kakek sama nenek-nenek semua ya?”  Tanya Rio polos.

“Astaga Rio, yaiyalah isinya kakek-kakek sama nenek-nenek semua. Namanya juga panti jompo. Masa isinya cewek-cewek cantik sih? Lo gimana sih Yo?” Alvin menepuk dahinya.

“Yo jangan mulai lagi lemot lo.” Kata Gabriel.

“Hehhe…” Rio Cuma nyengir.

“Halo anak-anak, Kalian yang dari SMA Harapan Jaya itu ya? Kenapa kalian hanya berdiri disitu? Ayo ikut Kakek kedalam.” Seorang Kakek yang duduk di kursi roda menghampiri mereka.

Alvin, Gabriel, dan Rio heran melihat Kakek itu. Selain kakinya yang lumpuh, matanya juga hilang satu. Tapi karena mereka tidak ingin menyinggung  perasaan sang Kakek mereka mengikuti sang Kakek dari belakang dan menuju ke sebuah ruang seperti ruang keluarga. Mereka tambah terheran lagi karena disana banyak kakek-kakek dan nenek-nenek yang berkumpul, tetapi anehnya mereka tidak seperti kakek-kakek dan nenek-nenek yang lain. Mereka tidak normal, tetapi mereka bukan gila. Mereka hanya… Sebagian dari mereka banyak yang tidak mempunyai tangan, ada juga yang tidak mempunyai kaki, dan bahkan ada yang tidak memiliki tangan sama sekali.

“Kenapa? Kalian heran melihat kami? Yaa… Wajar saja kalian heran. Karena keadaan kami yang seperti ini.” Kata sang kakek yang duduk di kursi roda.

“Kek, kenapa Kakek sama yang lainnya kok kayak gitu ya? Maaf kalo misalnya pertanyaan saya ini menyinggung perasaan Kakek dan yang lain.” Tanya Rio ragu-ragu.

“Kalian duduk dulu disitu. Nanti Kakek akan cerita semuanya kenapa kami seperti ini.” Kata sang Kakek sambil menunjuk sofa yang terlihat agak tua di salah satu sudut ruangan.

Ketiga bocah itu menuruti perintah sang Kakek. Mereka berjalan kearah sofa itu dan duduk di sofa itu.

“Kek, katanya Kakek mau cerita?” Tanya Alvin.

“Iya-iya sabar. Sebenarnya Kakek dulu normal seperti kalian. Mereka dulu juga normal.” Belum sempat sang Kakek melanjutkan ceritanya Gabriel sudah memotong cerita sang Kakek.

“Terus kenapa Kakek sama yang lain bisa jadi kayak gitu?” Potong Gabriel.

“Hmm… Begini, Kakek jadi seperti ini karena dulu kaki dan mata Kakek terkena tembakan tentara Jepang.” Kata sang Kakek.

“Maksud Kakek? Kakek veteran?” Tanya Alvin.

“Terus, dulu Kakek berjuang untuk memederdekakan Indonesia?” Tambah Rio.

“Iya. Kakek berjuang saat umur Kakek lima belas tahun. Tapi sayang, kaki dan mata Kakek tertembak peluru tentara Jepang.” Jelas sang Kakek.

“Terus, yang lain juga sama?” Tanya Gabriel.

Kakek itu hanya menjawab pertanyaan Gabriel dengan anggukan.

Ketiga anak itu diam seribu bahasa. Mereka bangga dengan sang Kakek yang masih berjuang bertahan hidup hingga sekarang. Mungkin jika mereka yang mengalami hal itu, mereka mungkin akan langsung bunuh diri. Tapi Kakek itu tidak, buktinya mereka dan yang lain masih hidup hingga sekarang.

“Oh iya Kakek dengar dari Kepala Sekolah kalian, katanya kalian sering kabur saat upacara bendera ya? “ Tanya sang Kakek.

“Hehhe, iya Kek. Abis kita bosen Kek, masa dijemur panas-panasan sih? Lagian kan capek berdiri terus. Yaudah kita kabur aja.” Jawab Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.

“Aduh, anak muda  jaman sekarang. Disuruh hormat bendera selama tidak lebih dari satu jam saja tidak mau. Harusnya itu kalian bersyukur kalian sudah tidak dijajah lagi. Kalian tidak usah repot-repot melawan penjajah demi merebut bendera. Kalian sekarang hanya disuruh hormat saja tidak mau. Kakek tanya sama kalian sekarang, kalian orang Indonesia bukan?” Kata sang Kakek.

“Yaiyalah Kek. Kalo kita bukan orang Indonesia mana mungkin sekarang kita ada disini.” Kata Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.

“Kalau kalian orang Indonesia harusnya kalian bangga. Pesan Kakek untuk kalian, Kakek ingin kalian tidak kabur lagi saat upacara.Kakek tidak mau dengar kalau kalian sampai kabur lagi. Bisa?” Tantang sang Kakek.

Alvin, Gabriel, dan Rio terdiam mendengar semua perkataan sang Kakek. Bukan sekedar perkataan biasa, perkataan Kakek itu telah menggugah dan menyadarkan hati mereka. Bisa dibilang perkataan Kakek itu adalah ‘perkataan ajaib’ untuk anak-anak nakal itu.

“Bisa kan kalian berjanji tidak akan kabur lagi saat upacara bendera?” Kakek itu membuyarkan lamunan Alvin, Gabriel, dan Rio.

“I-i-iya Kek. Bisa kok.” Jawab Alvin, Gabriel, dan Rio kompak.
Ketiga anak itu langsung berdiri dan menuju halaman depan panti.

“Hei, kalian mau kemana? Pak David kan belum menjemput kalian. Kalian jangan pulang dulu.” Panggil Pak David.

“Kita mau ke halaman Kek, disana kan ada tiang bendera plus benderanya.” Kata Rio.

“Iya Kek, kita mau hormat ke bendera.” Lanjut Alvin.

“Sebagai ganti karena selama ini kita nggak pernah hormat ke bendera.” Timpal Gabriel.

*****
Alvin, Gabriel, dan Rio langsung hormat ke bendera yang ada dihadapannya. Sang Kakek hanya tersenyum senang, ternyata perkataannya tadi tidak sia-sia, anak-anak nakal itu telah berubah.

Beberapa menit kemudian Pak David datang untuk menjemput mereka. Pak David takjub melihat mereka hormat ke bendera. Kemudian ia menghampiri Alvin, Gabriel, dan Rio yang sedang hormat ke bendera.

“Wah, hebat. Kalian hormat ke bendera.” Puji Pak David.

“Eh bapak. Bapak mau jemput kita ya?” Tanya Alvin.

“Iya. Apa yang membuat kalian jadi seperti ini? Ini Trio nakal yang tidak pernah hormat ke bendera dan selalu kabur saat upacara yang bapak kenal kan? Terus kenapa sekarang kalian hormat ke bendera? Apa yang membuat kalian berubah?” Tanya Pak David heran.

“Ada deh Pak.” Jawab Alvin, Gabriel, dan Rio penuh tanda tanya.

“Yasudah ayo kita pulang. Kalian masuk kedalam mobil dulu. Nanti bapak menyusul.” Perintah Pak David.

“Sip Pak.” Kata Rio,”Kakek makasih ya atas pelajaran berharga dari Kakek tadi.”

“Iya Kek, Kakek hebat.”  Tambah Alvin.

“Kakek emang TOP deh.”  Timpal Gabriel.

Alvin, Gabriel, dan Rio langsung masuk kedalam Mercedes Benz Pak David.

“Terima kasih Pak atas bantuan Bapak. Kalau bukan karena bantuan Bapak yang sudah menyadarkan mereka pasti bisa-bisa mereka saya keluarkan dari sekolah karena sudah banyak melanggar peraturan.” Pak David menghampiri Kakek itu.

“Iya sama-sama. Nah sekarang bawa anak-anak itu pulang. Pasti mereka capek karena sudah hormat ke bendera saat panas terik seperti ini.” Balas Kake itu.

“Iya Pak. Sekali lagi terima kasih. Kami pulang dulu.” Kata Pak David lagi.

Kemudian Pak David masuk ke Mercedes Benznya dan langsung tancap gas untuk mengembalikan ketiga anak itu kerumahnya masing-masing.

Agak aneh sih cerpennya. -_-"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar